Pembelajaran Konstruktivisme dan Kontekstual

Pembelajaran Konstruktivisme dan Kontekstual
Dalam posting sebelumnya saya sudah membahas tentang reorientasi belajar dan pembelajaran di era milenial yang dalam postingan tersebut membahas tentang cara pandang baru tentang pembelajaran yang selaras dengan teori kognitif konstruktivisme yang menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan karena adanya karsa individu, dan demokrasi pembelajaran, kemandirian yang pada gilirannya mencapai kesuksesan dan keberhasilan belajar.

Pada posting kali ini saya akan mencoba mengulas tentang Pembelajaran Konstruktivisme dan Kontekstual yang relevan dengan belajar dan pembelajaran kekinian di era berlakunya kurikulum 2013 atau generasi millenial, yang mendorong terwujudnya pembelajaran demokratis.

Baiklah kita langsung saja pada pembahasan yang pertama tentang Pembelajaran konstruktivisme.

A. Pembelajaran Konstruktivisme

Dalam teori psikologi konstruktivisme merupakan pengetahuan yang menyatakan bahwa manusia membangun dan memakai pengetahuan dari pengalamannya sendiri.
Pembelajaran Konstuktivisme

Bila hal diatas dikaitkan dengan pembelajaran, maka esensi pembelajaran konstruktivisme menunjukkan proses, dimana peserta didik secara individu menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks apabila menghendaki informasi itu dikuasainya atau menjadi miliknya.

Dalam hal ini pembelajaran konstruktivistik memiliki pandangan bahwa peserta didik secara terus –menerus memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan aturan – aturan lama dan merevisi aturan – aturan tersebut bila tidak sesuai lagi.

Agar pembelajaran konstruktivisme dapat berjalan dan kegiatan belajar juga dapat mendorong peserta didik terlibat aktif, maka tiga keadaan berikut ini harus diusahakan dengan baik :
  • Suasana lingkungan belajar harus demokratis
  • Kegiatan pembelajaran berjalan secara interaktif dan berpusat pada peserta didik
  • Pendidik mendorong peserta didik agar belajar mandiri dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar tersebut. 
Supaya Lebih jelas, simak asumsi dalam pembelajaran konstruktivistik berikut ini berkaitan dengan komponen pendukung dan kondisi serta pengertiannya:

1. Mengenai Peserta didik


Dalam pembelajaran konstruktivisme asumsi terhadap peserta didik sebagai berikut:
  • Peserta didik adalah individu yang bersifat unik, oleh karenanya mereka memiliki latar belakang dan kebutuhan yang unik pula
  • Konstruktivisme sosial akan mendorong peserta didik menghadirkan versi kebenarannya sendiri, hal ini karena dipengaruhi oleh latar belakang, kebudayaan atau pandangan tentang dunianya sendiri.
  • Peserta didik perlu didorong untuk memiliki tanggung jawab belajarnya sendiri.
  • Motivasi belajar peserta didik tergantung pada keyakinan peserta didik terhadap potensi belajarnya.

  • BACA JUGA : PSIKOLOGi MENGAJAR

2. Mengenai Pendidik


Pandangan konstruktivisme untuk pendidik adalah :
  • Pendidik harus menyesuaikan diri terhadap perannya sebagai fasilitator dan bukan sebagai pendidik.
  • Bertugas sebagai fasilitator yaitu membantu peserta didik memperoleh pemahaman tentang isi pembelajaran
  • Karena pendidik sebagai fasilitator, maka peserta didik yang berperan aktif dalam pembelajaran.

3. Mengenai Proses Belajar


Teori konstruktivisme memandang proses belajar sebagai
  • Belajar merupakan proses aktif di mana peserta didik belajar menemukan prinsip, konsep, dan fakta untuk dirinya sendiri.
  • Terciptanya interaksi yang dinamis antara tugas belajar, pendidik dan peserta didik.

4. Mengenai kolaborasi Peserta didik


Pembelajaran konstruktivisme ditandai dengan
  • Peserta didik dengan perbedaan keterampilan dan latar belakang hendaknya berkolaborasi dalam melaksanakan tugas dan diskusi dalam rangka memperoleh pemahaman tentang kebenaran.
  • Konteks merupakan pusat belajar. Pengetahuan yang tidak sesuai konteks tidak memberikan keterampilan kepada peserta didik untuk menerapkan pemahamannya pada tugas – tugas yang bersifat autentik.

5. Mengenai Asesmen


Dalam pembelajaran konstruktivisme proses asesmen merupakan hal penting dengan berasumsi :
  • Pendidik hendaknya memandang asesmen sebagai proses interaktif dan kontinyu untuk mengukur prestasi belajar dan kualitas pengalaman belajar. Harapannya balikan yang dibuat memiliki melalui proses asesmen itu digunakan sebagai dasar pengembangan kegiatan berikutnya.
  • Holt dan Willard _Holt menekankan konsep asesmen dinamik, yaitu cara menilai peserta didik yang berbeda dari penilaian konvensional. Belajar interaktif diperluas dengan proses asesmen.

6. Mengenai Pemilihan, cakupan, dan urutan materi pelajaran

  • Pengetahuan dipandang sebagai keseluruhan yang terpadu.
  • Agar Peserta didik benar – benar terlibat dalam proses pembelajaran, maka tugas dan lingkungan belajarnya hendaknya merefleksikan kompleksitas lingkungan, sehingga peserta didik mampu memfungsikan diri sampai akhir kegiatan belajar.
  • Semakin terstruktur lingkungan belajar, peserta didik semakin tidak mampu membangun makna berdasarkan pemahaman konseptualnya.
Fasilitator/pendidik hendaknya menstrukturkan pengalaman belajar cukup untuk memastikan bahwa peserta didik memperoleh bimbingan yang jelas sehingga mampu mencapai tujuan belajar.

Pendekatan pembelajaran konstruktivistik menekankan pembelajaran dari atas ke bawah (top–down instruction). Artinya peserta didik memulai dari memecahkan masalah yang kompleks kemudian menemukan keterampilan dasar yang diperlukan.

Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh tentang pembelajaran konstruktivistik ini, lihat tiga model atau pendekatan pembelajaran berikut yang memakai prinsip konstruktivisme.

1. Diskaveri (Discovery Learning)


Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Jerome Brunner. Dalam pembelajaran ini, kegiatan pembelajaran harus mampu mendorong peserta didik untuk mempelajari apa yang telah dimiliki.

Artinya proses ini mampu membuat peserta didik melakukan proses asimilasi kognitif, yaitu proses mengintegrasikan informasi (persepsi, konsep dan sebagainya) atau pengalaman baru ke dalam struktur kognitif (skemata) yang sudah dimiliki seseorang.

Keuntungan pembelajaran ini adalah :
  • Mampu memunculkan hasrat ingin tahu peserta didik dan memotivasi peserta didik untuk bekerja keras sampai menemukan jawaban atas pertanyaan yang muncul.
  • Peserta didik belajar keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi.

2. Penangkapan (Reception Learning)


Model pembelajaran ini dikembangkan oleh David Ausubel. Dalam pembelajaran ini, peserta didik tidak mengetahui apa yang penting atau relevan untuk dirinya sendiri, sehingga mereka memerlukan motivasi eksternal untuk melakukan kerja kognitif dalam mempelajari apa yang dipelajari di sekolah.

Inti pendekatan pembelajaran penangkapan adalah pengajaran ekspositori, yakni pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh pendidik mengenai informasi yang bermakna (meaningful information).

Dalam pembelajaran ekspositori ini terdiri dari tiga tahap, yaitu :

a. Penyajian Advance Organizer.


Merupakan pernyataan umum yang memperkenalkan bagian – bagian utama yang mencakup dalam urutan pembelajaran.

b. Penyajian materi atau tugas belajar.


Merupakan penyajian materi pembelajaran baru dengan metode ceramah, diskusi, media visual atau penyajian tugas – tugas belajar kepada peserta didik.

c. Memperkuat organisasi kognitif.


Caranya dengan mengaitkan informasi baru ke dalam struktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pelajaran, dengan cara mengingatkan peserta didik bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran informasi yang bersifat umum.

3. Belajar terbimbing (Scaffolding)


Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Vgotsky. Belajar terbimbing merupakan strategi pembelajaran yang berkaitan dengan dukungan kepada peserta didik dengan cara membatasi kompleksitas konteks dan secara perlahan – lahan mengurangi batas – batas tersebut karena peserta didik telah memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri dalam mengatasi kompleksitas konteks tersebut.

B. Pembelajaran Kontekstual


Dalam pendekatan pembelajaran kontekstual mencerminkan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari – hari.
Pembelajaran Kontekstual

Konteks yang dimaksud berupa konteks pribadi, sosial dan kultural, sehingga peserta didik memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

Secara mudah diungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu peserta didik menghubungkan isi materi pelajaran dengan situasi dunia nyata serta memotivasi peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapanya dengan kehidupan nyata (sehari – hari).

Berikut ini karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu :

  1. Proses pembelajarannya mencakup berbagai disiplin pengetahuan, sehingga peserta didik memperoleh perspektif terhadap kehidupan nyata.
  2. Tujuan pembelajarannya berbasis pada :
  • Standar disiplin pengetahuan yang ditetapkan secara nasional atau lokal oleh asosiasi profesi.
  • Pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam tujuan memiliki daya guna dan kompetensi tertentu.
  • Keterampilan berpikir tinggi seperti pemecahan masalah, berpikir kritis dan pembuatan keputusan.
     3. Pengalaman belajarnya mendorong peserta didik membuat hubungan konteks internal dan   
         eksternal
     4. Integrasi pendidikan akademik dan karier akan membantu peserta didik memahami isi materi 
         pelajaran dan pemahaman tentang karier atau bidang kajian teknis tertentu.

Untuk melaksanakan pembelajaran kontekstual diperlukan komponen pembelajaran sebagai berikut :

1. Konstruktivisme


Belajar adalah proses aktif mengkonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki

2. Inkuiri (menemukan)


Menemukan merupakan bagian inti kegiatan pembelajaran berbasis CTL (Contextual Teaching and Learning).

Langkah – langkah kegiatan inkuiri adalah
  • Merumuskan masalah
  • Mengamati atau melakukan observasi
  • Menganalisis
  • Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil

3. Questioning (bertanya)


Kegiatan Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis CTL.

Hal ini berguna baik bagi guru maupun peserta didik,
  • Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik; menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik.
  • Berguna bagi peserta didik sebagai salah satu teknik dan strategi belajar.

4. Masyarakat belajar (Learning Community)


Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan pihak lain (kolaboratif). Artinya hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang belum tahu.
Harapannya akan berkembang kemampuan sosial dan komunikasi.

5. Modeling (pemodelan)


Diberikan contoh terlebih dahulu oleh pendidik sebagai model / contoh cara mengerjakan yang bisa ditiru, sebelum peserta didik berlatih menyelesaikan dan menemukan kata kunci.

6. Refleksi


Adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa saja yang sudah pernah dilakukan dimasa lalu. Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya.

7. Penilaian Autentik.

  • Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data/informasi yang bisa memberikan gambaran perkembangan peserta didik.
  • Penilaian autentik pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang diperoleh peserta didik setelah mengalami pembelajaran. 
  • Dilakukan melalui berbagai cara (test dan non-test), Alternative bentuk: kinerja, observasi, portofolio, dan/atau jurnal.

Prinsip –prinsip pembelajaran Kontekstual


Dalam pembelajaran kontekstual mempunyai tiga prinsip yang mempengaruhi terlaksananya pembelajaran tersebut, meliputi :

1. Prinsip saling ketergantungan.


Prinsip ini mengajak peserta didik mengenali keterkaitan mereka dengan, peserta didik lain, pendidik, masyarakat, dan lingkungan alam.

2. Prinsip diferensiasi


Prinsip ini mengembangkan kreativitas dan mendorong keragaman dan keunikan antar peserta didik untuk bekerjasama dalam bentuk yang disebut simbiosis.

3. Prinsip pengaturan diri


Prinsip ini menyatakan bahwa kegiatan belajar diatur sendiri, dipertahankan sendiri dan disadari sendiri oleh peserta didik.

Pendekatan pada pembelajaran kontekstual


Untuk melaksanakan pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, di bawah ini terdapat enam pendekatan untuk melaksanakan pembelajaran kontekstual , yaitu :

1. Pembelajaran berbasis masalah


Merupakan pendekatan yang melibatkan peserta didik dalam pengkajian pemecahan masalah yang memadukan keterampilan dan konsep dari berbagai isi pelajaran.

2. Penggunaan keragaman konteks


Pengalaman pembelajaran kontekstual dapat diperkaya apabila peserta didik belajar keterampilan di berbagai lingkungan.

3. Pengelompokan peserta didik.


Tujuannya adalah agar mereka mampu berbagi pengalaman dan informasi.

Dalam pengelompokkan peserta didik, anggotanya berasal dari berbagai macam konteks dan latar belakang agar mereka memiliki berbagai sudut pandang terhadap suatu masalah.

4. Dukungan belajar peserta didik mengatur diri sendiri


Dalam pembelajaran kontekstual diharapkan dapat mendorong peserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Dalam hal ini mereka mampu mencari, menganalisis, dan menggunakan informasi dengan sedikit atau tanpa bimbingan dari orang lain.

5. Pembentukan kelompok belajar saling ketergantungan


Peserta didik akan dipengaruhi dan akan memberikan kontribusi terhadap pengetahuan dan kepercayaan orang lain.

Kelompok belajar dibangun untuk berbagi pengetahuan dan memberikan peluang kepada peserta didik lain untuk saling membelajarkan

6. Menggunakan asesmen Autentik.


Asesmen belajar hendaknya berkaitan dengan metode dan tujuan pembelajaran.

Asesmen autentik menunjukkan bahwa belajar terjadi, terpadu dengan proses pembelajaran, dan memberikan kesempatan dan arah perbaikan kepada peserta didik.

Asesmen Autentik hendaknya digunakan untuk memantau kemajuan peserta didik dan memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran.

Sekian, Penjelasan mengenai Pembelajaran Konstruktivisme dan Pembelajaran Kontekstual, semoga bermanfaat Bagi Anda semua

Baca Juga :

Reorientasi Belajar dan Pembelajaran di Era Millenial

Memahami Model pembelajaran Remedial Dan Pengayaan dalam Pembelajaran Tuntas
Previous
Next Post »