PENERAPAN TEORI BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN

PENERAPAN TEORI BEHAVIORISME DALAM PEMBELAJARAN

A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik 


Teori behavioristik merupakan salah satu aliran psikologi. Teori belajar behavioristik ini dicetuskan oleh Gagne dan Berliner yang membahas tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. 
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan- kegiatan sosial seperti; kerja bakti, ronda dll. 
Menurut teori ini yang terpenting adalah : 
  1. Masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat perkalian, alat peraga, pedoman kerja atau cara-cara tertentu untuk membantu belajar siswa, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru tersebut. Teori ini juga mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. 
  2. Penguatan (reinforcement) Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Misalnya, ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya, maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif dalam belajar, begitu juga sebaliknya. 
Prinsip-prinsip behaviorisme adalah : 
  1. Objek psikologi adalah tingkah laku 
  2. Semua bentuk tingkah laku dikemalikan kepada reflek 
  3. Mementingkan terbentuknya kebiasaan. 

B. Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik. 


a. Thorndike 


Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika. Menurutnya, belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S) yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan dan Respon (R) yang juga berupa pikiran, perasaan atau gerakan 
Stimulus adalah perubahan dari lingkungan exsternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. 
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial) dan kegagalan- kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah Trial and Error learning atau selecting and conecting learning dan berlangsung menurut hukum- hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme atau asosiasi. 
Edward L. Thorndike dalam teori connectionism dari Amerika Serikat, menyatakan bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera dan inplus untuk bertindak atau terjadinya hubungan antara stimulus dan respon disebut Bond, sehingga dikenal dengan teori S – R Bond. 

Didalam belajar terdapat dua hukum, yaitu hukum primer dan hukum sekunder. 
Hukum primer terdiri dari : 
  1. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan. 
  2. Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan sangat kuat bila sering dilakukan diklat dan pengulangan. 
  3. Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan. 
Hukum sekunder terdiri dari : 
  1. Law of Multiple Response, yaitu sesuatu yang dilakukan dengan variasi uji coba dalam menghadapi situasi problematis, maka salah satunya akan berhasil juga. 
  2. Law of Assimilation, yaitu orang yang mudah menyesuaikan diri dengan situasi. baru, asal situasi itu ada unsur bersamaan 
  3. Law of Partial Activity, seseorang dapat beraksi secara selektif terhadap kemungkinan yang ada di dalam situasi tertentu. 

b. Watson 


Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat di amati (observable) dan dapat di ukur. Jadi meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu di perhitungkan karena tidak dapat diamati. 

Watson adalah seorang behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Hanya dengan asumsi seperti itulah – menurut watson - kita dapat meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa. 

c. Edwin Guthrie  


Azas belajar guthrie yang utama adalah hukum kontinguity. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. 
Penguatan hanya sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. 
Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku sseseorang. 

d. Skinner 


Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar. 
Menagement kelas menurut skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. 
Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. 

Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut oleh para guru dan pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar Behavioristik. 
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-fktor penguat merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh skinner. 

Menurut skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati – unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi penguatan ( penguatan positif dan penguatan negatif). 
Bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang. 

Skinner tidak percaya pada asumsi yang dikemukakan guthrie bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan menurut skinner : 
  1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara 
  2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama 
  3. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman 
  4. Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya dengan apa yang disebut penguatan baik negatif maupun ppositif. 

e. Pavlov 


Dalam pemikiranya Pavlov berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan- rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Berangkat dari asumsi tersebut Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihanya secara hakiki, manusia berbeda dengan binatang. 

Pavlov mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga keluar kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluar air liur anjing tersebut. Kemudian dalam percobaan berikutya sebelum makanan diperlihatkan, diperlihatkanlah sinar merah terlebih dahulu, kemudian baru makanan. 

Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan demikian di lakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula. 
Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan merah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat di ketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan oleh sinar merah sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus). Ketika sinar merah di nyalakan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon-nya. Pavlov berpendapat bahwa kelenjar- kelenjar yang lainpun dapat dilatih sebagaimana tersebut. 

Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur. 

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. 


C. Aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran. 


Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah pengetahuan disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowladge) kepada orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. 

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. 

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. 

Secara umum langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang pembelajaran, langkah-langkah pembelajara tersebut antara lain : 
  1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran 
  2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal siswa 
  3. Menentukan materi pembelajaran 
  4. Memecah materi pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik dsb 
  5. Menyajikan materi pembelajaran 
  6. Memberikan stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes atau kuis, latihan atau tugas-tugas 
  7. Mengamati dan mengkaji respon yang diberikan siswa 
  8. Memberikan penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan negatif), ataupun hukuman 
  9. Memberikan stimulus baru 
  10. Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman 
  11. Evaluasi belajar. 
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar- standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi. 

Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pelajar. 

D. Tujuan Pembelajaran Behaviorisme 


Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. 
  1. Berkomunikasi atau transfer prilaku adalah pengambaran pengetahuan dan kecakapan peserta didik (tidak mempertimbangkan proses mental 
  2. Pengajaran adalah untuk memperoleh keinginan respon dari peserta didik yang dimunculkan dari stimulus 
  3. Peserta didik harus mengenali bagaimana mendapatkan respon sebaik mungkin pada kondisi respon diciptakan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. 
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara benar sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual. 

E. Prinsip-prinsip teori Pembelajaran Behavioristik 


Dalam pembelajaran behaviorisme pembelajaran merupakan penguasan respons (Acquisition of responses) dari lingkungan yang dikondisikan. Peserta didik haruslah melihat situasi dan kondisi apa yang yang menjadi bahan pembelajaran. 

Berikut ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran behavioristik Menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku. 
  1. Mengunakan prinsip penguatan, yaitu untuk menidentifikasi aspek paling diperlukan dalam pembelajaran untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik dapat mencapai peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran. 
  2. Menidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk menetapkan pencapaian tujuan pembelajaran. 
  3. Lebih menekankan pada hasil belajar daripada proses pembelajaran. 

Dan Skinner juga memuat dalam bukunya tentang prinsip-prinsip behavioristik, berikut ini prinsip yang dikemukakan oleh skinner dalam bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Beberapa prinsip Skinner: 
  1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat. 
  2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. 
  3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul. 
  4. Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman. 
  5. Dalam  proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri. 
  6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer. 
  7. Dalam pembelajaran digunakan shaping. 


F. Kelebihan dan kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik 


Kelebihan, kekurangan dan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran Sesuai dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks. 

Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. 

a. Kelebihan 


Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviouristik terdapat beberapakelebihan di antaranya : 
  1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. 
  2. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya. 
  3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan 
  4. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian. 

b. Kekurangan 


Teori Thorndike terlalu memandang manusia sebagai mekanisme dan otomatisme disamakan hewan. 
  1. Memandang belajar merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon 
  2. Mengabaikan pengertian belajar sebagai unsure pokok 
  3. Proses belajar berlangsung secara teoritis.

Selain teorinya, beberapa kekurangan perlu dicermati guru dalam menentukan teknik pembelajaran yang mengacu ke teori ini, antara lain: 

  • Sebuah konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap
  • Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini 
  • Penerapan teori behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid 
  • Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif 
  • Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa 
  • Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. 

G. Analisis Tentang Teori Behavioristik 


Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar adalah sebagai suatu proses perubahan tingkah laku. Reinforcement dan punishment sebagai stimulus untuk merangsang pembelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997). 

Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Diantara teori tersebut, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner. 

Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pembelajar untuk berpikir dan berimajinasi. 

Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu: 
  1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara; 
  2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama; 
  3. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya. 
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. 
Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. 
Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. 

Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong peelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. 

 DAFTAR KEPUSTAKAAN 

  • Ahmadi, Abu, Psikologi Belajar, Jakarta : PT. Asdi Mahasatya, 2004 
  • B. Uno, Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2006 
  • Bambang warsita, Teknologi pembelajaran, Rineka cipta, 2008. 
  • Budiningsih, C., Asri , Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005 
  • Kamalfachri, “Teori Behavioristik” dalam Website file:///H:/Teori behavioristik dan Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm, data diakses pada tanggal 2 Juni 2011. 
  • Gage, N.L., & Berliner, D. Educational Psychology, 1979. 
  • Hall S.Calvin & Lindzey, Gardner, Psikology kebribadian 3,Teori-Teori sifat dan behavioristik (diterjemahkan dari bukuTheories of personality, New york, Santa barbara Toronto, 1978),yogyakarta: Kanisius, 1993. 
  • Riyanto, Yatim, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Pranada Media Group, 2009. 9.Slavin, Belajar dan Pembelajaran, 2000. 
  • Sukardjo, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2009 
  • Yamin, Martinis, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta : Gaung Persada Press, 2010
Previous
Next Post »